pengertian Bahan Pangan Hewani dan Nabati dan pengolahannya
Diposkan oleh Cai_Wardana SL/Download_cip on Senin, 25 Juni
2012 / Label: ringkasan materi
pengertian Bahan Pangan Hewani dan Nabati dan pengolahannya
Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi
dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan
(hewani). Bahan pangan nabati adalah bahan-bahan makanan yang berasal dari
tanaman (bisa berupa akar, batang, dahan, daun, bunga, buah atau beberapa
bagian dari tanaman bahkan keseluruhannya) atau bahan makanan yang diolah dari
bahan dasar dari tanaman. Bahan pangan hewani merupakan bahan-bahan makanan
yang berasal dari hewan atau olahan yang bahan dasarnya dari hasil hewan. Kedua
bahan pangan ini memiliki karakteristik yang berbeda sehingga memerlukan
penanganan dan pengolahan yang berbeda pula. Selanjutnya
dalam hal ini yang diuraikan adalah bahan pangan hewani.
Bahan pangan
hewani meliputi susu, telur, daging dan ikan serta produk-produk olahannya yang
bahan dasarnya berasal dari hasil hewani.
Bahan pangan
hewani memiliki karakteristik yang membedakan dengan bahan pangan nabati.
Beberapa diantaranya adalah:
a. Bahan pangan
hewani memiliki daya simpan yang jauh lebih pendek daripada bahan pangan nabati
bila dalam keadaan segar (kecuali telur). Pendeknya daya simpan ini terkait
dengan struktur jaringan hasil hewani dimana bahan pangan hewani tidak memiliki
jaringan pelindung yang kuat dan kokoh sebagaimana pada hasil tanaman.
b. Bahan pangan
hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor
tekanan dari luar.
c. Karakteristik masing-masing bahan pangan
hewani sangat spesifik sehingga tidak bisa digeneralisasi. Sifat pada daging
sangatlah berbeda dengan sifat telur. Berbeda dengan pangan nabati yang
memiliki kesamaan dalam hal jaringan-jaringan atau komponen-komponen
penyusunnya. Pada bahan pangan hewani, lemak pada daging terletak pada jaringan
lemak, pada susu terletak pada globula-globula lemak dan pada telur terdapat
pada kuning telur.
d. Bahan pangan hewani pada umumnya merupakan
sumber protein dan lemak dan bahan pangan nabati merupakan sumber karbohidrat,
vitamin, mineral, lemak dan protein.
Berdasarkan hal
di atas maka pengolahan menjadi penting. Pengolahan penting karena dapat
memperpanjang masa simpan, meningkatkandaya tahan, meningkatkan kualitas, nilai
tambah dan sebagai sarana diversifikasi produk. Dengan demikian maka suatu
roduk menjadi memiliki daya ekonomi yang lebih setelah mendapat sentuhan
teknologi pengolahan.
(Merujuk dari beberapa sumber)
Kalau selama ini kita hanya mengenal produk hewani berupa
daging, susu dan telur, maka kita perlu tahu lebih dalam sebenarnya yang
termasuk produk pangan hewani itu apa saja? Secara istilah, Bahan makanan
hewani adalah bahan makanan yang berupa atau berasal dari hewan atau
produk-produk yang diolah dengan menggunakan bahan dasar asal hewan.
Berbagai Macam Teknik Pengawetan Makanan
Makanan Nabati yang diawetkan
Berikut
daftar makanan nabati yang diawetkan, antara lain :
1.
Pengawetan makanan dengan teknik diasinkan
Kacang Tanah
Asam Sunti
2. Teknik
pengawetan makanan dengan dikeringkan
Kerupuk Opak
Kerupuk Empang
3. Teknik pengawetan makanan dengan diasap
4. Teknik
pengawetan makanan dengan manisan
Manisan mangga
Manisan pala
Makanan ( Hewani ) yang diawetkan
1. Teknik
pengawetan makanan dengan diasinkan
Ikan Asin
Telur Asin
2.
Teknik Pengawetan makanan dengan dikeringkan
Udang Ebi
3. Teknik
Pengawetan makanan dengan diasap
Daging Asap
Ikan Asap
Semoga
Bermanfaat !
MAKALAH PANGAN DAN KESEHATAN PENGAWETAN BAHAN PANGAN
NABATI DALAM KEMASAN KALENG
.
Umumnya makanan kaleng disterilkan
dengan cara konvensional sebagai berikut : bahan pangan yang telah bersih
dimasukkan ke dalam kaleng, kemudian ditambahkan medium cair (sirup, larutan
garam, kaldu atau saus); setelah dipanaskan sebentar kemudian kalengnya ditutup
rapat. Selanjutnya dipanaskan pada suhu tinggi di dalam autoklaf atau retort
selama waktu tertentu, lalu segera didinginkan dalam air dingin, dikeringkan,
dan akhirnya diberi label. Dalam industri pengalengan makanan, yang diterapkan
adalah sterilisasi komersial (commercial sterility). Artinya, walaupun produk tersebut
tidak 100 persen steril, tetapi cukup bebas dari bakteri pembusuk dan patogen
(penyebab penyakit), sehingga tahan untuk disimpan selama satu tahun atau lebih
dalam keadaan yang masih layak untuk dikonsumsi. Keuntungan utama penggunaan
kaleng sebagai wadah bahan pangan adalah:
·
Kaleng dapat
menjaga bahan pangan yang ada di dalamnya.
Makanan yang ada di dalam wadah yang tertutup secara
hermetis dapat dijaga terhadap kontaminasi oleh mikroba, serangga, atau bahan
asing lain yang mungkin dapat menyebabkan kebusukan atau penyimpangan
penampakan dan cita rasanya.
·
Kaleng dapat
juga menjaga bahan pangan terhadap perubahan kadar air yang tidak diinginkan.
·
Kaleng dapat
menjaga bahan pangan terhadap penyerapan oksigen, gas-gas lain, bau-bauan, dan
partikel-partikel radioaktif yang terdapat di atmosfer.
·
Untuk bahan
pangan berwarna yang peka terhadap reaksi fotokimia, kaleng dapat menjaga
terhadap cahaya
Dalam proses, biasanya dilakukan
penambahan medium pengalengan. Di Indonesia, dikenal tiga macam medium
pengalengan, yaitu larutan garam (brine), minyak atau minyak yang ditambah
dengan cabai dan bumbu lainnya, serta saus tomat. Penambahan medium bertujuan
untuk memberikan penampilan dan rasa yang spesifik pada produk akhir, sebagai
media pengantar panas sehingga memperpendek waktu proses, mendapatkan derajat
keasaman yang lebih tinggi, dan mengurangi terjadinya karat pada bagian dalam
kaleng. Berdasarkan tujuannya ada 4 macam penggunaan panas dalam pengolahan
makanan, yaitu: pemasakan, blanzir,
pasteurisasi, dan sterilisasi. Adapun penyebaran panas di sini ada 3
cara, yaitu melalui konveksi,
konduksi dan radiasi. Pemasakan secara konveksi dalam makanan kaleng
kemungkinan yang lebih besar untuk mencapai kondisi proses yang lebih baik
daripada perpindahan panas secara konduksi yang lambat dan memerlukan waktu
yang lebih lama.
Proses pemanasan pada bahan pangan
bertujuan untuk mematikan bakteri dengan mempertahankan nilai nutrisi dan mutu
dari bahan pangan. Untuk tujuan ini dikenal optimasi proses termal. Aplikasi pengalengan dan
faktor-faktor yang mempengaruhi pengalengan pangan merupakan salah satu bentuk
usaha pengawetan pangan yang menggunakan proses panas untuk mereduksi atau
menghilangkan mikroorganisme perusak, pembentuk toksin dan patogen pada makanan
yang dilakukan di dalam kemasan
yang hermetis. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan dari pengalengan
yaitu bahan pangan yang awet, aman dan memiliki nilai organoleptik yang baik, diperlukan suatu
pengetahuan dan keahlian di bidang pengemasan, peralatan pemanasan, proses
termal, bakteriologi, keamanan dan gizi pangan, organoleptik dan pengolahan
pangan yang mendalam. Tahapan tahapan secara umum dalam proses pengalengan buah
buahan atau sayuran dapat dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu:
·
Tahapan
penerimaan dan penanganan bahan baku.
·
Tahapan
penyiapan bahan baku.
·
Tahapan
proses pengolahan atau pengalengan (proses thermal).
·
Tahapan
pengemasan dan penyimpanan produk akhir.
Pada dasarnya, proses pengalengan
bahan pangan nabati meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut; sortasi,
pencucian, pengupasan, pemotongan, blanching, pengisian, exhausting, penutupan,
processing (sterilisasi), pendinginan dan penyimpanan.
·
Proses sortasi dan pencucian
Dalam tahap proses sortasi dilakukan
pemilihan buah yang akan dikaleng-kan yang bermutu baik, tidak busuk, cukup tua
akan tetapi tidak terlalu matang. Buah yang kelewat matang tidak cocok untuk
dikalengkan karena tekstur buah-nya akan semakin lunak, sehingga menyebabkan
tekstur yang hancur setelah pemanasan dalam autoklaf. Setelah bahan disortasi,
bahan kemudian dicuci atau dibersihkan dengan menggunakan air bersih. Hal ini
dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada bahan sehingga diharapkan
akan menurunkan populasi mikroba, menghilangkan sisa-sisa insektisida,
mengurangi atau menghilangkan bahan-bahan sejenis malam yang melapisi kulit
buah-buahan.
·
Proses pengupasan kulit, pembuangan biji dan pemotongan
Bagian yang akan dikalengkan adalah
bagian buah yang lazim dimakan/ dikonsumsi, yang biasanya berupa daging buah.
Oleh karena itu, bagian-bagian yang tidak berguna, seperti kulit, biji,
bongkol, dsb dilakukan pembuangan. Bagian daging buah yang akan dimakan
kemudian dilakukan proses pemotongan, sesuai dengan ukuran yang dikehendaki dan
ukuran kaleng. Pemotongan atau pengecilan ukuran dilakukan dengan untuk
mempermudah pengisian bahan ke dalam kaleng dan menyeragamkan ukuran bahan yang
akan dimasukan. Selain itu, pengecilan ukuran juga bertujuan untuk mempermudah
penetrasi panas. Jika pemotongan dilakukan dengan sembarangan, maka akan
mengakibatkan diskolorisasi, yaitu timbulnya warna yang gelap atau hilangnya
warna asli maupun pemucatan warna.
·
Proses blansir
Pemblansiran merupakan cara lain
yang dapat digunakan untuk membunuh mikroba patogen. Blansir adalah suatu cara
perlakuan panas pada bahan dengan cara pencelupan ke dalam air panas atau
pemberian uap panas pada suhu sekitar 82-93 derajat Celsius. Waktu blansir bervariasi
antara 1-11 menit tergantung dari macam bahan, ukuran, dan derajat kematangan.
Blansir merupakan pemanasan pendahuluan bahan pangan yang biasanya dilakukan
untuk makanan sebelum dikalengkan, dibekukan, atau dikeringkan. Proses blansir
ini berguna untuk ;
a. membersihkan
jaringan dan mengurangi jumlah mikroba awal
b. meningkatkan
suhu produksi produk atau jaringan
c. membuang
udara yang masih ada di dalam jaringan
d. menginaktivasi
enzim
e. menghilangkan
rasa mentah
f. mempermudah
proses pemotongan (cutting, slicing, dan lain-lain)
g. mempermudah
pengupasan
h. memberikan
warna yang dikehendaki
i. mempermudah
pengaturan produk dalam kaleng.
Enzim dan mikroorganisme sering menimbulkan
perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki pada bahan pangan, seperti
pencokelatan enzimatis, perubahan flavor, dan terjadinya pembusukan. Blansir
akan menginaktifkan enzim, baik oksidasi maupun hidrolisis, serta menurunkan
jumlah mikroba pada bahan. Di dalam proses blanching buah dan sayuran, terdapat
dua jenis enzim yang tahan panas yaitu enzim katalase dan peroksidase, kedua
enzim ini memerlukan pemanasan yang lebih tinggi untuk menginaktifkannya
dibandingkan enzim-enzim lain. Apabila tidak ada lagi aktivitas enzim katalase
atau peroksidase pada buah dan sayuran yang telah diblansir, maka enzim-enzim
lain yang tidak diinginkan pun telah terinaktivasi dengan baik. Lamanya proses
blansir dipengaruhi beberapa faktor, seperti ukuran bahan, suhu, serta medium
blansir.
Pencegahan kontaminasi mikroba juga
dapat dilakukan dengan penyimpanan bahan pangan dengan baik. Bahan baku segar
seperti sayuran, daging, susu sebaiknya disimpan dalam lemari pendingin. Proses
pemasakan juga dapat membunuh mikroba yang bersifat patogen.
Proses blansir dapat dilakukan
dengan cara mencelup potongan-potongan buah dalam air mendidih selama 5–10
menit. Lama pencelupan tergantung jenis dan banyak sedikitnya buah yang akan
diolah. Secara umum, proses blansir perlu memperhatikan hal-hal berikut :
a.
Proses
blansir harus dilakukan sesuai dengan suhu dan waktu blansir yang telah
ditetapkan
b. Air yang
digunakan untuk proses blansir harus diganti secara rutin
c.
Suhu akhir
produk setelah blansir harus sudah mencapai suhu yang telah ditetapkan; dan
d. Produk yang
telah diblansir tidak boleh dibiarkan melebihi waktu maksimum yang diijinkan.
·
Proses
pengisian
a.
Pembuatan
medium
Medium yang dipergunakan untuk
pengalengan ini ada 2 macam, yaitu medium larutan gula yang dipergunakan untuk
pengalengan buah dan cincau. Medium yang dipergunakan untuk untuk sop sayur
adalah kuah sop yang telah dimasak dengan rempah-rempah.
Medium digunakan dapat berupa sirop, larutan garam, kaldu atau saus tergantung produk yang akan dikalengkan. Penambahan medium ini dilakukan untuk mempercepat penetrasi panas dan mengurangi terjadinya korosi kaleng dengan berkurangnya akumulasi udara.
Medium digunakan dapat berupa sirop, larutan garam, kaldu atau saus tergantung produk yang akan dikalengkan. Penambahan medium ini dilakukan untuk mempercepat penetrasi panas dan mengurangi terjadinya korosi kaleng dengan berkurangnya akumulasi udara.
b. Proses
memasukkan potongan buah ke dalam kaleng
Potongan buah yang telah diblansir
kemudian dimasukkan ke dalam kaleng. Penyusunan buah dalam wadah diatur serapi
mungkin dan tidak terlalu penuh. Pada saat pengisian perlu disisakan suatu
ruangan yang disebut dengan head space.
c. Proses
pengisian medium
Kemudian dituangkan larutan sirup,
larutan garam, kaldu atau saus. Sama halnya dengan pada saat pengisian buah,
pengisian sirop juga tidak dilakukan sampai penuh, melainkan hanya diisikan
hingga setinggi sekitar 1-2 cm dari permukaan kaleng. Perlu diusahakan bahwa
pada saat pengisian larutan tersebut, semua buah dalam kondisi terendam.
·
Proses exhausting
Kaleng yang telah diisi dengan buah
(dan sirop) kemudian dilakukan proses exhausting.
Tujuan exhausting adalah untuk
menghilangkan sebagian besar udara dan gas-gas lain dari dalam kaleng sesaat
sebelum dilakukan penutupan kaleng. Exhausting
penting dilakukan untuk memberikan kondisi vakum pada kaleng setelah penutupan,
sehingga
(i) mengurangi kemungkinan
terjadinya kebocoran kaleng karena tekanan dalam kaleng yang terlalu tinggi
(terutama pada saat pemanasan dalam retort), sebagai akibat pengembangan
produk, dan
(ii) mengurangi kemungkinan
terjadinya proses pengkaratan kaleng dan reaksi-reaksi oksidasi lainnya yang
akan menurunkan mutu.
Tingkat kevakuman kaleng setelah ditutup juga
dipengaruhi oleh perlakuan blansir, karena blansir membantu mengeluarkan
udara/gas dari dalam jaringan. Exhausting
dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan cara:
(i) melakukan pengisian produk ke
dalam kaleng pada saat produk masih dalam kondisi panas,
(ii) memanaskan kaleng beserta
isinya dengan tutup kaleng masih terbuka, atau
(iii) secara mekanik dilakukan
penyedotan udara dengan sistem vakum.
Suhu dalam ruang exhausting adalah 80 – 90oC dan
proses berlangsung selama 8-10 menit. Suhu produk ketika keluar dari exhauster
adalah sekitar 60 - 70°C. Pada setiap selang waktu tertentu dilakukan
pengecekan suhu produk yang keluar dari exhauster, apakah suhu produk yang
diinginkan tercapai atau tidak.
·
Proses penutupan kaleng
Setelah proses exhausting kaleng segera ditutup dengan
rapat dan her-metis pada suhu yang relatif masih tinggi. Semakin tinggi suhu
penutupan kaleng, maka semakin tinggi pula tingkat kevakumannya (semakin rendah
tekanannya). Proses penutupan kaleng juga merupakan hal yang sangat penting
karena daya awet produk dalam kaleng sangat tergantung pada kemampuan kaleng
(terutama bagian-bagian sambungan dan penutupan) untuk mengisolasikan produk di
dalamnya dengan udara luar. Penutupan yang baik akan mencegah terjadinya
kebocoran yang dapat mengakibatkan kebusukan. Penutupan kaleng yang dilakukan
sedemikian rupa, diharapkan baik udara, air maupun mikroba dari luar tidak
dapat masuk (menembus) ke dalam, sehingga keawetannya dapat dipertahankan.
·
Proses sterilisasi
Setelah proses penutupan kaleng
selesai, maka kaleng dimasukkan ke dalam keranjang yang dipersiapkan untuk
proses sterilisasi. Proses sterilisasi dilakukan dalam autoclave, untuk koktail
buah dan cincau digunakan suhu 100°C dengan tekanan 0,8 bar selama 30 menit
sedangkan untuk sayuran digunakan suhu 115-121°C dengan tekanan 1,05 bar selama
45-60 menit.
Sterilisasi merupakan proses untuk
mematikan mikroba. Pada perinsipnya ada dua jenis sterilisasi yaitu sterilisasi
total dan sterilisasi komersial. Sterilisasi komersial yang ditetapkan di
industri pangan merupakan proses thermal. Karena digunakan uap air panas atau
air digunakan sebagai media pengantar panas, sterilisasi ini termasuk kedalam
sterilisasi basah.sterilisasi komersial harus disertai dengan kondisi tertentu
yang mungkin mikroba masih hidup dan dapat berkembang didalamnya.
Sterilisasi total adalah sterilisasi
yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme sehingga mikroba tidak lagi dapat
berkembangbiak didalam suatu wadah/bahan pangan. Pada sterilisasi total ini
jika dilaksanakan maka tidak akan terdapat lagi mikroba-mikroba yang berbahaya
terutama pada Clostidium botilinum (Winarno, 1994). Selain bertujuan untuk
mematikan semua mikroba penyebab kerusakan, proses sterilisasi ini juga
bertujuan untuk memasakkan bahan sehingga bahan mempunyai tekstur, rasa dan
kenampakan yang diinginkan. Bahan dengan keasaman tinggi (acid food) tidak
memerlukan suhu sterilisasi yang terlalu tinggi, untuk itulah pada pengalengan
koktail buah dan cincau suhu sterilisasi yang dipergunakan adalah 100oC dengan
tekanan 0,8 bar, pada kondisi asam tersebut, mikroorganisme pembusuk dapat
dimatikan. Berbeda halnya dengan sayuran yang mempunyai pH > 4,5 atau bahan
makanan dengan keasaman rendah (low acid food) yang dimana sterilisasi pada
suhu 100°C tidak akan efektif mematikan semua mikroba. Oleh karena itu
digunakan suhu 121°C dengan tekanan 1,05 bar. Pada suhu dan tekanan tersebut maka
semua mikroorganisme patogen dan pembusuk akan mati. Kondisi proses sterilisasi
sangat tergantung pada berbagai faktor, antara lain :
a.
kondisi
produk pangan yang disterilisasikan (nilai pH, jumlah mikroorganisme awal, dan
lain-lain)
b. jenis dan
ketahanan panas mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan.
c.
karakteristik
pindah panas pada bahan pangan dan wadah (kaleng).
d. Medium
pemanas.
e.
Kondisi
penyimpanan setelah sterilisasi
·
Proses pendinginan
Setelah proses sterilisasi, kaleng
kemudian didinginkan dengan air dingin. Pendinginan pasca sterilisasi menjadi
penting karena timbul perbedaan tekanan yang cukup besar yang dapat menyebabkan
rekontaminasi dari air pendingin ke dalam produk. Untuk itu perlu dipastikan
bahwa air pendingin yang digunakan memenuhi persyaratan mikrobiologis. Untuk
industri besar, proses pendinginan biasanya dilakukan secara otomatis di dalam
retort, yaitu sesaat setelah katup uap dimatikan maka segera dibuka katup air
dingin. Untuk ukuran kaleng yang besar, maka tekanan udara dalam retort perlu
dikendalikan sehingga tidak menyebabkan terjadinya kaleng-kaleng yang
menggelembung dan rusak. Pendinginan dilakukan secepatnya setelah proses
sterilisasi selesai untuk mencegah pertumbuhan kembali bakteri, terutama
bakteri termofilik. Pendinginan dimulai dengan membuka saluran air pendingin
dan menutup keran - keran lainnya.
Air pendingin dapat dialirkan
melalui dua saluran, yaitu bagian bawah dan bagian atas retort. Pemasukan air
mula-mula dilakukan secara perlahanlahan agar tidak terjadi peningkatan tekanan
secara drastis. Peningkatan tekanan secara drastis tersebut harus dicegah
karena dapat menyebabkan kaleng menjadi penyok atau rusak pada bagian
pinggirnya disebabkan kaleng tidak mampu menahan kenaikan tekanan tersebut. Air
dialirkan dari bagian bawah dahulu agar secara bertahap dapat
meng-kondensasikan sisa uap yang ada dan baru bagian atas dibuka. Pada saat
retort telah penuh dengan air, aliran dapat lebih deras dialirkan. Selama proses
pendinginan berlangsung, perlu dilakukan pengontrolan tekanan secara terus
menerus untuk mencegah terjadinya koleps pada kaleng, yaitu terjadinya penyok
pada kaleng disebabkan tekanan yang terlalu tinggi. Proses pendinginan
dinyatakan selesai bila suhu air dalam retort telah men-capai 38-42°C. Aliran
air pendingin kemudian dihentikan dan air dikeluarkan. Tutup retort dibuka dan
keranjang diangkat dari retort.
·
Pengeringan
Setelah kaleng dikeluarkan dari
retort, maka kaleng dikeringkan dan dibersihkan, untuk mencegah korosi atau
pengkaratan pada sambungan kaleng. Pengeringan dan pembersihan kaleng ini perlu
dilakukan untuk mencegah rekontaminasi (debu atau mikroba) yang lebih mudah
menempel pada kaleng yang basah.
·
Penyimpanan
Setelah itu disimpan dalam suhu
ruang untuk mengetahui daya simpan dan efektifitas sterilisasi. Pengamatan
dilakukan selama 1 minggu dan kaleng disimpan pada suhu 40-50oC. Jika dalam 1
minggu tersebut ada kaleng yang menggembung, maka proses sterilisasi tidak berjalan
dengan baik dan hal ini ditandai dengan masih adanya aktivitas mikroorganisme.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa sebagian besar produk masih
dalam keadaan baik setelah disimpan selama 1 minggu. Meskipun keseluruhan
proses pengalengan bisa dikatakan aseptis, namun tidak menutup kemungkinan
untuk terjadinya kerusakan, baik karena berlalunya masa simpan (kadaluwarsa)
ataupun karena kurang sempurnanya proses pengalengan. Ada beberapa faktor yang
dapat menyebabkan kerusakan tersebut, yaitu antara lain:
·
Pengkaratan
tinplate, terutama pada bahan pangan bersifat asam, karena pelepasan hidrogen.
·
Reaksi
kiamia, misalnya reaksi kecoklatan nonezimatis atau pembebasan timah oleh
nitrat dan sebagainya.
·
Penggelembungan
karena adanya CO2.
·
Operasi
autoklaf yang salah terutama setelah pendinginan.
·
Exhausting yang kurang
dan pengisian berlebih akan membawa akibat berlebihnya tekanan selama
pemanasan.
·
Pertumbuhan
mikroba sebagai akibat tidak adanya pemanasan atau pemanasan yang kurang
sempurna, pembusukan bahan sebelum diolah, pencemaran sesudah diolah sebagai
hasil lipatan kaleng yang cacat atau pendinginan yang kurang.
·
Fluktuasi
tekanan atmosfer.
·
Suhu dan
waktu pemanasan yang tidak memadai selama sterilisasi dapat mengakibatkan
tumbuhnya Clostridium botulinum. Clostridium botulinum merupakan bakteri
termofilik (tahan panas) yang dapat hidup dalam kondisi anaerobik (tidak ada
oksigen).
1 komentar:
biar lebih bagus... kalo bisa kotak tulisannya jangan bening gitu ya.. jadi nyaru sama warna2 hitam di pandanya.. atau ganti aja backgroundnya jadi 1 warna simpel.. lebih dewasa dan modern dibanding begini. diubah agar org bacanya lebih gampang dan berterimakasih
Posting Komentar